SYALOMMMMMMMMM>

Senin, 07 Februari 2011

PERANAN GURU DALAM PENDIDIKAN

TUGAS GURU


Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika.


Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak.


Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri.


Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup.


Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN.


Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.


Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus.


Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional.



Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita didik untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan orang itu menjadi guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendininya orang menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendininya menjadi manusia yang berbudaya.



Memang lebih mudah membuat manusia itu berbudaya kalau ia terdidik atau terpelajar, akan tetapi orang yang terdidik dan terpelajar tidak dengan sendirinya berbudaya. Maka mengingat pendidikan ini sebagai pembinaan pra jabatan yaitu di satu pihak mempersiapkan mereka untuk menjadi guru dan di lain pihak membuat mereka menjadi manusia dalam artian manusia berbudaya, kiranya perlu dikemukakan mengapa guru itu harus menjadi rnanusia berbudaya. Oleh kanena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan; jadi pendidikan dapat berfungsi melaksanakan hakikat sebagai bagian dari kebudayaan kalau yang melaksanakannya juga berbudaya. Untuk menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini tergantung 3 elemen pokok yaitu :

Orang yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial training) harus mampu menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu yang akan diajarkannya di sekolah melalui jalur pendidikan, paling tidak pendidikan formal. Tidak mungkin seseorang dapat dianggap sebagai guru atau tenaga kependidikan yang baik di satu bidang pengetahuan kalau dia tidak menguasai pengetahuan itu dengan baik. Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar bagaimanapun mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar bagaimanapun mahirnya orang menguasai seni mengajar (art of teaching), selama ia tidak punya sesuatu yang akan diajarkannya tentu ia tidak akan pantas dianggap menjadi guru.


Guru tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin keilmuan yang harus dapat diajarkannya, ia harus juga mendapat pendidikan kebudayaan yang mendasar untuk aspek manusiawinya. Jadi di samping membiasakan mereka untuk mampu menguasai pengetahuan yang dalam, juga membantu mereka untuk dapat menguasai satu dasar kebudayaan yang kuat. Jadi bagi guru-guru juga perlu diberikan dasar pendidikan umum.


Pendidikan terhadap guru atau tenaga kependidikan dalam dirinya seharusnya merupakan satu pengantar intelektual dan praktis kearah karir pendidikan yang dalam dirinya (secara ideal kita harus mampu melaksanakannya) meliputi pemagangan. Mengapa perlu pemagangan, karena mengajar seperti juga pekerjaan dokter adalah seni. Sehingga ada istilah yang populer di dalam masyarakat tentang dokter yang bertangan dingin dan dokter yang bertangan panas, padahal ilmu yang diberikan sama. Oleh karena mengajar dan pekerjaan dokter merupakan art (kiat), maka diperlukan pemagangan. Karena art tidak dapat diajarkan adalah teknik mengajar, teknik untuk kedokteran. Segala sesuatu yang kita anggap kiat, begitu dapat diajarkan diakalau menjadi teknik. Akan tetapi kalau kiat ini tidak dapat diajarkan bukan berarti tidak dapat dipelajari. Untuk ini orang harus aktif mempelajarinya dan mempelajari kiat ini harus melalui pemagangan dengan jalan memperhatikan orang itu berhasil dan mengapa orang lain tidak berhasil, mengapa yang satu lebih berhasil, mengapa yang lain kurang berhasil.

PERAN GURU


WF Connell (1972) membedakan tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.


Peran guru sebagai pendidik (nurturer) merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.


Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak. Setiap anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.


Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar. Setiap guru harus memberikan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak. Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya, mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.


Peran guru sebagai pelajar (leamer). Seorang guru dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas kemanusiaan.


Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga pendidikan. Seorang guru diharapkan dapat membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya. Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pertemuan insidental.


Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.


Guru sebagai administrator. Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.



Retreived on may 22nd, 2009, from:http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_154.html

Pengaturan Sistem Tingkat dan Sistem Tanpa Tingkat

1.Alasan dan Batasan Sistem Tingkat
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa sistem tingkat lebih mengarah pada pengajaran klasikal. Pemikiran ini berangkat dari pandangan adanya kesamaan-skesamaan peserta didik dalam banyak hal. Oleh karena adanya kesamaan itulah, maka mereka mendapatkan layanan pendidikan yang dama di dalam kelas.

Kesamaan-kesamaan yang ada pada peserta didik tersebut, melahirkan perlunya mereka dikumpulkan pada tingkat yang sama. Mereka yang waktu diterima di sekolah tersebut sama, ditempatkan pada tingkat yang sama. Itulah sebabnya, mereka yang berada satu tingkat, umumnya memang berasal dari angkatan tahun yang sama.

Alasan diterapkan sistem tingkat ini, selain asumsi kesamaan, adalah efisiensi pendidikan di sekolah tersebut. Jika para peserta didik berada dalam keadaan sama, dan dapat dilayani secara bersama-sama, tidak efisien dari segi tenaga dan biayanya, jika dilayani secara individual. Oleh karena itu, layanan secara sama dengan menggunakan sistem tingkat tersebut, dianggap lebih efisien dan lebih baik.

Pemborosan di bidang biaya dan tenaga dalam hal ini dapat ditekan.
Apa yang dimaksud dengan sistem tingkat? Sistem tingkat adalah suatu bentuk penghargaan kepada peserta didik setelah memenuhi kriteria dan waktu tertentu dalam bentuk kenaikan satu tingkat ke jenjang yang lebih tinggi. Kriteria mengacu kepada prestasi akademik dan prestasi lainnya, sedangkan waktu mengacu kepada lama peserta didik berada di tingkat tersebut. Misalnya saja, jika peserta didik yang berada di kelas satu sudah memenuhi persyaratan baik dari segi waktu maupun kemampuan untuk naik ke tingkat berikutnya, maka ia dinaikkan.

Pada sekolah-sekolah kita, tingkatan ini ada enam di sekolah dasar, tiga di sekolah menengah pertama dan tiga di sekolah menengah atas. Peserta didik dapat naik tingkat hanya satu tingkat dan tidak boleh lebih, oleh karena adanya periodesasi waktu kenaikan tingkat dan persyaratan menempuh material pendidikan yang ditunjukkan antara lain oleh prestasi akademiknya.

Kenaikan tingkat dikenal juga dengan istilah promosi (promotion). Promosi sendiri terdiri dari: promosi seratus persen, annual promotion, trial promotion, semi annual promotion, special promotion, double promotion, subject promotion.

Beberapa Pertimbangan Kenaikan Tingkat
Semua peserta didik memang mempunyai hak yang sama untuk naik tingkat ke tingkat tertentu. Tetapi ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipertimbang-kan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut meliputi:

a.Prestasi yang bersangkutan. Apakah prestasi yang dicapai pada tingkat sebelumnya, memungkinkan kepada yang bersangkutan untuk dapat belajar dengan baik pada tingkat atasnya. Jika peserta didik berada di atas rata-rata kelas, maka ia layak dinaikkan. Sebaliknya kalau berada di bawah rata-rata kelas, tidak dapat dinaikkan kecuali ada pertimbangan-pertimbangan tertentu yang membolehkan.

b.Waktu kenaikan tingkat. Meskipun mungkin peserta didik mempunyai kemampuan untuk dinaikkan, jika masa kenaikan tingkat belum datang, yang bersangkutan tidak mungkin dinaikkan sendiri. Hal ini sebagai konsekuensi dari adanya sistem tingkat tersebut, dengan ciri utamanya mengadakan pengajaran yang bersifat klasikal.

c.Persyaratan administratif sekolah seperti kecukupan hadir peserta didik dalam pelajaran yang dilaksanakan sekolah.Meskipun peserta didik mempunyai nilai yang bagus di atas rata-rata kelas, dan dari segi periode waktu memenuhi syarat untuk naik tingkat, tetapi jika banyak absensinya dan tidak memenuhi syarat berdasarkan kebijaksanaan sekolah, maka yang bersangkutan juga perlu dipertimbangkan kenaikannya.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Tingkat
Kelebihan-kelebihan sistem tingkat adalah sebagai berikut:
a.Dapat dijadikan sebagai alat untuk merekayasa belajar peserta didik. Sebab, imbalan belajar yang berupa kenaikkan tingkat ini bisa memacu peserta didik untuk belajar lebih giat lagi.

b.Efisien, karena sistem tingkat menggunakan sistem pembelajaran klasikal.

c.Rasa sosial peserta didik tetap tinggi, karena mereka sama-sama mendapatkan materi pembelajaran yang sama di tingkatnya.

d.Pengadministrasiannya mudah, karena mereka berada dalam satu tingkat, mengambil program pendidikan yang sama.

Adapun kekurangan sistem tingkat ini adalah sebagai berikut:
a.Peserta didik yang tidak naik tingkat akan menghadapi persoalan-persoalan akademik dan psikologis.

b.Peserta didik yang pandai tidak sabar menunggu peserta didik lain yang ke-mampuannya lebih rendah. Sementara peserta didik yang kemampuannya sangat rendah merasa dipaksakan untuk mengikuti peserta didik yang kemampuannya lebih tinggi.

c.Kurang adanya kompetisi di antara peserta didik, sehingga tidak begitu baik dalam rangka menimbulkan semangat kompetisi di antara peserta didik.

d.Hanya menguntungkan perkembangan peserta didik yang menengah, karena merekalah yang menjadi ukuran pelaksanaan proses belajar mengajar.

Sebab-Sebab Peserta Didik Tidak Naik Tingkat/Mengulang Kelas
Mengulang kelas adalah suatu keadaan dimana siswa tidak dapat naik ke tingkat yang lebih tinggi karena memiliki prestasi atau nilai dibawah standart rata-rata kelas yang telah ditetapkan oleh sekolah yang bersangkutan. Jadi siswa harus tetap tinggal pada tingkat atau kelas sebelumnya, mengulang seluruh mata pelajaran yang telah diterima, sehingga dapat memperbaiki pemahamannya tentang pelajaran yang kurang dimengerti, dan secara otomatis dapat memperbaiki nilai-nilai yang kurang baik tersebut.

Mengulang kelas memiliki segi positif dan segi negatif. Segi positifnya adalah: siswa diberi kesempatan untuk dapat lebih memahami pelajaran-pelajaran yang telah diberikan yang kurang dimengerti, membantu siswa untuk dapat mengatasi kesulitan-kesulitan dalam belajar, membantu mempersiapkan siswa agar menjadi lebih baik dikemudian hari.

Sedangkan sisi negatifnya adalah: siswa yang tidak naik tingkat akan mengalami masalah psikologis, seperti: tidak percaya diri, rendah diri, putus asa, frustasi, shock, bahkan mengalami stress. Disini peran orang tua, guru, kepala sekolah, dan BP (Bimbingan dan Penyuluhan) sangat dibutuhkan untuk membantu siswa memperbaiki diri, memotivasi siswa untuk dapat lebih baik di kemudian hari.

Berdasarkan laporan teknis penelitian lapangan oleh Sweeting dan Muchlisoh pada tahun 1998, beberapa penyebab murid mengulang kelas di kelas 1 SD, yaitu: (1) tidak bisa membaca, untuk ketidakmampuan menulis atau memecahkan masalah berhitung sederhana tidak dipertimbangkan sebagai alasan yang cukup untuk menyatakan kegagalan anak, (2) kurang mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan lancar, bahkan tidak bisa sama sekali, (3) kurangnya antusiasme guru untuk membantu siswa belajar membaca, banyak guru menyimpulkan anak-anak miskin kurang mampu belajar membaca, sehingga guru tidak mengajari mereka yang lamban dalam belajar, khususnya membaca.

Sebab-sebab mengulang kelas selain kelas 1 SD, antara lain: (1) rendahnya skor tes atau rendahnya performan atau prestasi anak pada tes akademik, (2) alasan lain adalah anak-anak yang kelelahan karena perjalanan sekolah yang jauh, dan sekaligus beban berat untuk pekerjaan rumah dan juga tugas-tugas keluarga yang harus diselesaikan, sehingga ketika di sekolah mereka cenderung tidak berkonsentrasi pada pelajaran, (3) faktor lain yang mempunyai dampak pada angka mengulang kelas adalah kondisi fisik ruang kelas SD yang sangat menyedihkan, membuat anak tidak berkonsentrasi dan cenderung mengabaikan pelajaran di sekolah, (4) sebab keempat yang menyebabkan anak mengulang kelas adalah kesehatan anak-anak yang rendah karena status gizi mereka yang kurang baik.

Berhubungan dengan poin ketiga tersebut sampai sekarang pun banyak terdapat ruangan sekolah yang rusak. Data yang ada pada koran Kompas, terbitan hari jum’at, tanggal 5 Mei 2006, halaman 12 berdasarkan data yang diambil dari Depdiknas pusat, kerusakan ruang kelas sekolah di Indonesia (tahun 2005) untuk SD ruangan sekolah yang termasuk dalam kategori baik tercatat sejumlah 388.199 ruang, untuk kategori rusak sedang terdapat sejumlah 288.886 ruang, dan untuk kategori rusak berat tercatat sejumlah 200.687 ruang, sedangkan di tingkat SMP didapati ruang kategori baik sejumlah 163.348 ruang, untuk kategori rusak sedang 22.078 ruang, sedangkan untuk kategori rusak berat sejumlah 8.718 ruang.

Melihat Indonesia yang kaya akan kekayaan alam yang melimpah ruah, kondisi kerusakan sekolah seperti yang tersebut di atas, sangat memprihatinkan. Terlihat kurangnya kontrol dari pihak-pihak yang berwenang mengurus jalannya pendidikan di Indonesia. Seharusnya hal seperti ini tidak perlu terjadi, apabila kita semua memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan, karena nanti yang akan menikmati hasilnya adalah kita bersama. Anggaran pendidikan yang diinformasikan oleh pemerintah sejumlah 20 % dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dapat mencukupi bahkan lebih untuk pendanaan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia ini.

Remidi Bagi Peserta Didik yang Tidak Naik Tingkat
Peserta didik yang tidak naik tingkat, tidak saja perlu mendapatkan remidi atau penanganan secara akademik melainkan juga sekaligus penanganan secara psikologis. Sebab, bagaimanapun juga, peserta didik yang tidak naik tingkat lazimnya dihadapkan kepada masalah-masalah psikologis seperti: rendah diri, minder, kurang percaya diri, putus asa, frustasi, dan sebagainya. Efek-efek psikologis demikian, sedikit maupun banyak, akan berpengaruh negatif terhadap belajar peserta didik di masa depan.

Adapun remidi secara akademik yang dapat dibantukan secara khusus kepada peserta didik yang tidak naik tingkat ini adalah:
a.Membantu kepada peserta didik yang bersangkutan untuk mengenali penyebab-penyebab tidak naik tingkat, dan selanjutnya membantu mencarikan jalan keluarnya.

b.Membantu kepada peserta didik yang demikian ini untuk merencanakan kegiatannya, termasuk di dalamnya adalah kegiatan belajarnya.

c.Memberikan latihan-latihan yang dapat membantu kepada yang bersangkutan memahami mata pelajaran yang ia rasakan sulit.

Sedangkan remidi secara psikologis yang dapat diberikan kepada peserta didik yang tidak naik tingkat adalah:
a.Menyadarkan kepada yang bersangkutan bahwa sebenarnya ia naik tingkat, hanya saja waktunya yang tidak sama dengan peserta didik lainnya.

b.Menyadarkan kepada yang bersangkutan bahwa jika dalam kondisi demikian ia dinaikkan, dikhawatirkan justru menyulitkan dirinya ketika sudah berada di tingkat berikutnya.

c.Memberikan terapi psikologis jika terbukti bahwa yang bersangkutan mendapatkan gangguan-gangguan psikologis.

Sistem Tanpa Tingkat
Sistem tanpa tingkat adalah anti tesa dari sistem tingkat. Ia muncul didasari oleh rasa ketidak puasan dengan adanya sistem tingkat. Sistem ini dikembangkan didasari oleh pandangan psikologis, bahwa meskipun peserta didik berada dalam kondisi sama, tetapi dalam realitasnya tidak ada yang persis sama. Selalu ada perbedaan di antara peserta didik satu dengan peserta didik lainnya. Oleh karena itu, sistem tanpa tingkat ini umumnya menggunakan pembelajaran yang lebih individual.

Pada sistem tanpa tingkat ini, sekelompok peserta didik yang memprogram mata pelajaran sama, dikelompokkan ke dalam satu tempat yang sama dan diajar oleh guru yang sama, meskipun mungkin peserta didik tersebut berasal dari angkatan tahun yang berbeda. Bahkan dalam kondisinya yang ekstrim, peserta didik dipersilakan mengambil paket program yang tersedia sesuai dengan kemampuan dan kesempatan mereka masing-masing tanpa terpengaruh oleh teman-temannya. Dengan demikian, ada peserta didik yang dapat menyelesaikan program sangat cepat, lambat, dan bahkan ada yang sangat lambat.

Jika peserta didik telah dapat menyelesaikan program yang telah ditawarkan, maka yang bersangkutan dianggap lulus dari program tersebut. Sebaliknya jika yang bersangkutan belum dapat menyelesaikan program, maka belum dapat lulus. Keberhasilan penyelesaian program tidak dilihat secara menyeluruh, melainkan dilihat per mata pelajaran. Berarti, jika suatu mata pelajaran yang belum berhasil dikuasai, ia harus mengulang pada satu mata pelajaran itu, dan tidak mengulang banyak mata pelajaran sebagaimana dalam sistem tingkat.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Tanpa Tingkat
Sebagaimana sistem tingkat, sistem tanpa tingkat ini juga punya kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan sistem tanpa tingkat ini adalah sebagai berikut:
a.Peserta didik dapat berkembang seoptimal mungkin menurut irama perkembangan-nya sendiri, tanpa terhambat oleh peserta didik lainnya.

b.Peserta didik dapat mengambil paket program sesuai dengan minat dan kesempatan. Hal demikian sangat sesuai dengan kebutuhan psikologis peserta didik.

c.Peserta didik yang pandai akan lebih cepat menyelesaikan program sehingga lebih cepat pula melanjutkan studi. Sebaliknya peserta didik yang tergolong lambat, tidak merasa dipaksa-paksa mengikuti peserta didik yang cepat.

d.Melatih kemandirian peserta didik, karena sejak dini peserta didik sudah dilatih menentukan keputusan sendiri di dalam mengambil paket-paket program.

Adapun kekurangan-kekurangan sistem tanpa tingkat ini adalah sebagai berikut:
a.Peserta didik sejak dini banyak memacu prestasi secara individual. Hal demikian menjadikan penyebab rasa sosialnya kurang. Sistem demikian secara umum berbenturan dengan sosio-budaya negara berkembang yang masyarakatnya banyak menjunjung tinggi nilai-nilai sosial.

b.Oleh karena peserta didik diharuskan mengambil keputusan secara mandiri mengenai paket program yang akan diambil, maka ia perlu tenaga staf tambahan yang berupa penasihat akademik. Penasihat akademik inilah yang harus mendam-pingi dan turut membantu peserta didik agar yang bersangkutan dapat mengambil program–program pendidikan secara benar. Sebab dalam realitasnya, ada mata pelajaran-mata pelajaran prasyarat yang harus dikuasai dahulu sebelum mengambil mata pelajaran lainnya atau berikutnya.

c.Sangat sulit pengadministrasiannya, karena segalanya bergantung peserta
didik yang mengambil paket program. Bisa terjadi, suatu paket program yang ditawarkan tidak ada peserta didik yang memprogram, dan bisa jadi sebaliknya terlalu banyak. Ini juga bisa menyulitkan dalam pengaturan prasarana, sarana, waktu dan tenaga.

Pengaturan Organisasi Peserta Didik
Pengenalan atas potensi peserta didik, baik intelegensinya, aspek sosialnya, kepribadiannya dan minatnya sangatlah penting. Pengenalan atas potensi peserta didik, sangat dibutuhkan ketika kita bermaksud melakukan pembinaan terhadap peserta didik. Berbagai cara dapat dipergunakan untuk menegenali potensi peserta didik, baik melalui tes-tes psikologi maupun melalui non tes. Bahkan kemampuan-kemampuan psikologis tersebut, oleh pakar dihubungkan dengan jenis pekerjaan yang cocok untuk yang bersangkutan ketika mereka memilih pekerjaan.

Guna penyaluran peserta didik pada organisasi peserta didik, maka pada bagian ini akan dikedepankan tentang: (1) identifikasi potensi peserta didik, (2) pengaturan kegiatan ekstra kurikuler, dan (3) pengaturan kegiatan ekstra kelas, (4) mengatur kegiatan ekstra kurikuler, dan (5) mengatur organisasi pemerintahan peserta didik.

1. Identifikasi Potensi Peserta Didik
Salah satu alat teropong terhadap potensi peserta didik adalah tes intelegensia. Jenis kapabilitas apakah yang dapat dijaring dari tes intelegensi ini? Tentu saja kapabilitas yang bersifat umum, yang lazim disebut dengan kecerdasan atau IQ. Tes IQ lazimnya dirancang untuk memastikan kemampuan-kemampuan intelektual kandidat. Jenis kemahiran yang dijaring, selain meliputi kemampuan verbal, kemampuan berhitung (numerical), kecepatan perceptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang dan ingatan (memori).

Selain kapabilitas yang menyangkut kecerdasan, beberapa sekolah elitis juga menggunakan seleksi yang mengarah pada aspek minat kandidat. Aspek minat ini sangat penting, karena lazimnya berkaitan dengan kadar ketertarikan kandidat terhadap sekolah yang dimasuki. Dengan tes minat ini akan sekaligus diketahui, seberapa yang bersangkutan memang punya ketertarikan terhadap sekolah yang akan dimasuki. Minat menunjuk kepada ketertarikan seseorang pada bidang tertentu, disiplin ilmu tertentu dan vokasi tertentu, tanpa dikaitkan dengan seberapa imbalan yang akan ia dapatkan manakala bekerja pada vokasi dan bidang tersebut.

Dengan demikian, jika seseorang masuk sekolah tertentu, memilih disiplin ilmu tertentu dan vokasi tertentu, tetapi dikaitkan dengan imbalan yang akan ia dapatkan, berarti tidak mempunyai minat yang murni terhadap pilihannya, melainkan dipengaruhi oleh imbalan dan atau reward yang bermaksud ia raih. Ini dipandang kurang etis, meskipun diperbolehkan dalam bingkai hak asasi, karena karakteristik kepribadian demikian ini mudah eksodus dari tempat kerjanya, hanya karena mengejar aspek reward yang mungkin tidak memadai menurut ukurannya.

Beberapa lembaga pendidikan elitis lain, juga mencoba menyeleksi kandidat peserta didik dari aspek kepribadian. Sebab, secara empiris, karakteristik kepribadian ini relevan dengan tingkat kecocokan dan kebahagiaan yang bersangkutan secara prikologis terhadap vokasi yang akan dijalani dan dipilih. Ada beberapa karakteristik kepribadian yang tidak cocok dengan pekerjaaan tertentu, tetapi sangat cocok untuk jenis pekerjaaan yang lain. Oleh karena itu, jika sekolah tersebut mengarah pada vokasi tertentu, dengan sendirinya karakteristik kepribadian yang demikian ini patut menjadi pertimbangan. Kalau tidak, akan membawa masalah bagi yang bersangkutan setelah bekerja kelak; pada hal yang bersangkutan sudah terlanjur mendalami pengetahuan dan kemampuan yang berkaitan dengan vokasi tersebut.

2. Mengelola Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler pada dasarnya mengembangkan bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan siswa, yakni potensi besar yang harus difasilitasi dengan baik oleh sekolah. Bakat adalah potensi dasar yang dibawa dari lahir. Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Kreativitas merupakan kesanggupan untuk mencipta, sedangkan kemampuan adalah kesanggupan untuk melakukan sesuatu.

a.Mengembangkan Bakat, Minat, Kreativitas, dan Kemampuan
Potensi dasar yang dibawa sejak lahir oleh siswa tentu saja sangat beragam. Walaupun demikian, dasar setiap siswa mendapat perhatian dan layanan, dalam kondisi yang saling berbeda itu sedapat mungkin semuanya mendapat saluran pengembangan diri. Pengembangan bakat di sekolah ditempuh dengan dua cara, yaitu dengan kurikuler dan ekstrakurikuler. Pengembangan yang secara kurikuler dilakukan secara konvensional dalam tatap muka di dalam kelas. Pelajaran menyanyi, menari, musik, atau olahraga maupun berbagai jenis keterampilan yang berperan untuk mengembangkan potensi dasar anak didik diberikan dalam bentuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara formal. Pengertian formal dalam hal ini adalah terstruktur, pelaksanaannya berlangsung pada jam-jam efektif belajar.

Sekalipun bakat para siswa saling berbeda, secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam beberapa klasifikasi utama, yaitu bidang seni, bidang olah raga dan bidang keterampilan.

Bidang seni antara lain: musik, sastra, teater, dan tari beserta cabang-cabangnya. Termasuk musik antara lain paduan suara group, band. Sastra mencakup penyelenggaraan majalah dinding, majalah sekolah. Seni teater meliputi baca puisi, cerpen, dan seni berpentas. Seni tari meliputi tari klasik / modern.

Bidang olah raga meliputi berbagai cabang olah raga basket, sepak bola, tenis meja, tenis lapangan, voli, dan bermacam-macam -cabang olah raga lainnya. Bidang keterampilan meliputi : elektronika, perbengkelan, dan macam-macam kerajinan tangan.
Pengembangan yang bersifat ekstrakurikuler dilakukan dengan melaksanakan pembelajaran di luar jam tatap muka pada jadwal pelajaran terprogram. Waktu pelaksanaannya berdasarkan kesepakatan antara guru dan siswa, baru kemudian dibuat jadwal pertemuannya dan biasanya dilakukan sore hari.

Pengembangan minat, atau kecenderungan hati yang tinggi tentang sesuatu dilakukan dengan menginvestarisasikan kecenderungan- kecenderungan siswa pada bidang yang diminati. Pelaksanaannya sama dengan pengembangan bakat.

Pengembangan kreativitas siswa memerlukan upaya lebih banyak dan berkualitas dibandingkan menagani bakat dan minat. Kreativitas yang bermakna kemampuan untuk menciptakan daya dukung dari pihak guru dan karyawan di sekolah lebih banyak dalam bentuk pembinaan dan dorongan agar siswa mau berbuat sesuatu untuk mencetuskan gagasa¬n sendiri. Dalam mengajar guru harus berusaha menjiwai falsafah mengajar yang mendorong timbulnya kreativitas misalnya :
1)Guru memberi kelonggaran siswa berekspresi.

2)Guru memfasilitasi kebutuhan pengembangan kreatifitas anak.

3)Guru sangat mengutamakan pentingnya siswa bisa berkarya.

Kata lain "mampu" adalah "bisa" atau "sanggup". Untuk mengembangkan kemampuan atau kesanggupan beberapa upaya yang bisa ditempuh adalah :
1)Menumbuhkan keyakinan diri

2)Bekerja keras

3)Terus belajar

4)Bersedia menerima kritik

5)Membuka diri demi kemajuan

b.Menyiapkan Perangkat Pemantau Bakat, Minat, Kreativitas, dan Kemampuan Siswa
Untuk memantau bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan siswa diperlukan beberapa perangkat. Perangkat yang paling sederhana adalah lembar-lembar catatan. Selain catatan, bakat, minat dan kreativitas serta kemampuan juga dapat dipantau dengan daftar isian atau angket. Kepada siswa disodorkan sejumlah pernyataan agar diselaraskan dengan keberadaan diri mereka.

Perangkat lain pemantau bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan adalah tes. Dengan menjalani testing berbagai potensi seorang siswa akan terjaring.
Testing bisa berupa tulis, lisan, atau bahkan perbuatan. Seseorang dikatakan berbakat melukis baru akan terdeteksi bila ia telah menghasilkan sesuatu goresan yang berupa gambar atau sketsa. Seorang dikatakan berbakat menyanyi bila suaranya terdengar merdu dan memiliki kepekaan lebih dibandingkan orang kebanyakan yang tidak memiliki potensi bidang ini. Demikian pun orang baru akan dikatakan kreatif bila ekspresi jiwanya dalam bentuk karya apa saja mempunyai ciri khas, yakni nilai orisinal dan mengandung unsur yang unik.

Berbagai perangkat pemantau bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan ini sangat diperlukan untuk dua belah pihak. Di pihak pertama untuk kepentingan siswa. Sebagaimana disadari bersama karena kewajiban sekolah adalah mengembangkan keempat aspek di atas, dipersiapkannya alat pantau itu akan lebih memudahkan memberi layanan kepada siswa.

Di sisi lain, untuk kepentingan sekolah a!at pantau itu akar memudahkan tata kerja. Bila sewaktu-waktu ada kepentingan, misalnya sekolah agar mengirimkan beberapa orang dalam lomba tarik suara, baca puisi, dan berpidato, dalam waktu secepatnya akan mudah ditemukan persanal yang akan diwakilkan.

Pada sekolah-sekolah yang mengunggulkan salah satu cabang potensi/lebih-Iebih non akademik, kegiatan siswa sebagai penciri khas kelebihan sekolah tertentu dari lainnya, perangkat pemantau ini akan lebih dipersiapkan dengan baik. Salah satu SLTP ternyata keunggulannya di bidang sepak bola. Atat pantau yang dipersiapkan dari awal guna menjaring siswa yang akan dihimpun tim sepak bola sekolah bisa menggunakan bermacam prosedur seperti dikemukakan di atas.

Termasuk pemantau bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan adalah tersedianya lapangan atau media pencurahan ekspresi. Sangat mungkin ketika siswa-siswi bermain di lapangan bola, voli, atau tenis baru ketahuan bahwa sebenarnya seseorang berbakat dan tergolong memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dan berkemampuan prima. Sementara itu, siswa yang bersangkutan tidak merasa bahwa dirinya memiliki kelebihan itu.

Atau, anak itu hanya kurang minat saja pada sesuatu bidang yang sebenarnya dia mampu, sehingga setelah hal itu diketahui oleh sekolah anak akan bisa dibangkitkan minatnya.

Demikian juga ketika siswa menghasilkan lukisan atau sesuatu karangan semisal puisi atau cerpen. Dari ekspresi yang dihasilkan siswa akan mudah diketahui sesuatu potensi yang perlu dikembangkan.

c.Menyelenggarakan Wahana Penuangan Kreativitas
Sekolah adalah tempat tunas-tunas muda tumbuh dan berkembang. Baik fisik maupun mental serta berbagai potensi yang melekat dalam diri siswa pada hakikatnya memerlukan bimbingan dari pihak orang-orang lebih dewasa.

Mengingat orang tua siswa pada umumnya lebih banyak memintakan bimbingan tersebut kepada pihak sekolah, sekolah harus bersiap diri dalam menyelenggarakan wahana berbagai penuangan bakat, minat, kreativitas, dan kemampuan anak didik.
Beberapa wahana yang bisa diselenggarakan oleh sekolah antara lain meliputi bidang-bidang olah raga, kesenian, dan keterampilan.

Penyelenggaraan wahana bidang olah raga dalam bentuk penyediaan
1)Fasilitas olah raga
Tiap sekolah mempunyai kondisi yang berbeda dalam menyediakan fasilitas olah raga. Ada sekolah yang mempunyai fasilitas sangat lengkap, sebaliknya ada dan jauh lebih banyak lagi yang minim fasilitas. Bila fasilitas selengkapnya ada idealnya sekolah mempunyai:
a)lapangan sepak bola,

b)lapangan bola basket,

c)lapangan voli,

d)lapangan badminton,

e)lapangan tenis,

f)lapangan tenis meja,

g)gedung/hall olah raga,

h)berbagai sarana olah raga.

Berbagai sarana olah raga seperti dimaksud pada no. a adalalah bermacam perlengkapan pendukung olah raga sendiri yang berupa fasilitas tambahan hingga peralatan pokok olah raga. Termasuk fasilitas tambahan misalnya : bak lompat jauh papan loncat tinggi dan loncat galah, papan-papan loncat ¬jangkit. Piranti-piranti olah raga di dalam gedung misalnya berlapis-lapis boks untuk ketangkasan olah raga dalam ruangan, bahkan pun tali-tali besar yang dipergunakan untuk tangkas bergelantung atau berayun demi penguatan otot-otot sekaligus membina keberanian siswa.

Termasuk peralatan olah raga adalah bermacam bola raket, net, kostum yang semua itu diperlukan demi terselenggaranya kegiatan olah raga secara memadai di sekolah.

2)Fasilitas Seni
Fasilitas seni adalah bermacam peralatan untuk mengembangkan bidang seni. Sejumlah bidang seni yang dapat dikembangkan adalah :

a)Seni musik:
Dari yang paling ideal hingga sangat sederhana, peralatan musik itu meliputi : seperangkat main band; perlengkapan vokal group; seperangkat alat musik kolintang; samroh; dan jenis kesenian yang Iain. Untuk mendukung kegiatan ini diperlukan sound system yang handal dan peralatan terpadu dengan kegiatan bermain musik.

b)Seni Sastra :
Fasilitas seni sastra misalnya sejumlah buku literatur, buku buah karya pilihan yang berupa puisi, novel, dan naskah-naskah drama. Fasilitas seni sastra lain misalnya media menuangkan gagasan dalam bentuk majalah dinding, majalah sekolah, papan tempel surat kabar/ majalah; ruang berlatih, drama, dan fasilitas pengeras suara yang canggih, kaset, CD, dan piranti mengatur tata lampu pentas.

c)Seni Tari:
Fasilitas yang dibutuhkan dalam seni tari adalah gamelan; tape recoder; kaca pantul; costum pentas; dan ruang khusus yang diperuntukkan kiprah mereka yang menggeluti bidang ini.

d. Mewadahi/Menyalurkan Bakat, Minat, dan Kreativitas Siswa
Mewadahi/menyalurkan bakat, minat, dan kreativitas siswa berarti menciptakan daya dukung agar siswa yang memiliki bakat, minat, dan kreativitas pada bidang-bidang yang disebutkan tadi mendapat saluran Bakat main bola, menyanyi, bermusik, menari, membaca puisi, menulis cerpen, dan main drama sedapat mungkin diwadahi oleh sekolah sehingga siswa merasa memperoleh penyaluran potensi yang mereka miliki.

Langkah-langkah yang ditempuh untuk itu:
1)Mendata bakat, minat, kreativitas anak.

2)Mengklasifikasi data sesuai bakat, minat, dan kreativitas siswa.

3)Menyusun program atau jadwal.

4)Mengalokasikan dana.

5)Menyediakan sarana yang dibutuhkan.

6)Merencanakan penampilan karya/berpentas.

7)Melakukan evaluasi.

e.Melaksanakan Pemantauan Kemampuan Siswa untu¬k Menyelaraskan Diri dengan Potensi Siswa
Setiap kegiatan dalam bentuk apa pun terbagi dalam tiga kriteria besar, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Langkah awal dari penilaian atau evaluasi adalah pantauan. Pantauan berupa upaya untuk mengetahui, berperan untuk ceking apakah kemampuan seseorang siswa dalam berbagai bidang sebagaimana yang telah dilayani penyalurannya oleh sekolah berjalan lancar. Di sisi lain pemantauan ini mempunyai fungsi untuk menentukan kebijakan penanganan pada tahap berikutnya terlebih-lebih demi sukses program yang telah dilaksanakan.

Hasil pantauan adalah catatan-catatan penting mengenai pelaksanaan berbagai kegiatan tentang seluruh individu siswa. Catatan itu secara garis besar mengenai hal-hal :
1)Bagaimana kondisi umum kemampuan siswa

2)Kendala apa yang terjadi pada masing-masing bidang

3)Adakah kemampuan yang menonjol pada masing-masing bidang

Karena fungsi pantauan adalah untuk menentukan langkah ke depan, maka setelah dilakukan pantauan itu beberapa kegiatan yang menyertai adalah :
1)Melakukan review untuk tindak lanjut demi langkah perbaikan. Misalnya dalam kenyataan terdapat beberapa orang siswa yang setelah melaksanakan berbagai kegiatan ternyata kemampuannya sangat minim. Berarti, ada ketidakcocokan antara hasil tes atau penjajakan atau pun penentuan oleh sekolah tentang sesuatu pilihan berkenaan kemampuan siswa.

2)Melakukan pembenahan. Siswa yang terlihat kurang berkemampuan dibangkitkan semanaatnya. Atau sangat mungkin justru terjadi perubahan. Ada alternatif, karena sesuatu pertimbangan siswa menjadi memilih bidang yang lain, meskipun telah mengikuti kegiatan selama beberapa waktu.

3)Melakukan tindak lanjut berkenaan poin b. Misalnya kalau didapati anak sangat berbakat sehingga penanganannya harus berbeda dengan para siswa pada umumnya. Misalnya kalau seorang anak SLTP ternyata mempunyai prestasi olah raga tenis yang sangat mengagumkan. Atau, bisa menghasilkan lukisan dalam kualitas yang menakjubkan. Dalam hal yang demikian itu, terkait dua siswa yang mempunyai kemampuan luar biasa itu harus mendapatkan layanan dari pihak sekolah. Cara yang diambil misalnya dengan menitipkan kedua anak berprestasi itu kepada klub-klub kenamaan / sanggar¬-sanggar ternama.

Dalam melaksanakan pemantauan, hendaknya perlu diingat hal-hal berikut :
1)Pemantauan harus kontinyu
2)Dilakukan secara objektif
3)Kriteria pemantauan harus jelas.

3.Pengaturan terhadap Kegiatan Ekstra Kelas
Yang dimaksud dengan kegiatan ekstra kelas adalah suatu kegiatan yang tidak terjadwal dalam mata pelajaran. Kegiatan ekstra kelas adalah suatu kegiatan yang sifatnya bukan intra kurikuler. Karena itu, yang dicakup oleh kegiatan ekstra kelas adalah kegiatan ko kurikuler dan kegiatan ekstra kurikuler.

Yang dimaksud dengan kegiatan ko kurikuler adalah kegiatan yang tidak terjadwal dalam mata pelajaran, tetapi mempunyai pengaruh dan mendukung secara langsung terhadap kegiatan intra kurikuler. Sedangkan kegiatan ekstra kurikuler adalah kegiatan yang tidak tercantum dalam jadwal mata pelajaran serta mempunyai pengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan kurikuler.

Baik kegiatan ko kurikuler mapun kegiatan ekstra kurikuler, mempunyai kontribusi berarti bagi kesuksesan peserta didik di sekolah. Dalam ekegiatan ini, peserta didik dapat berlatih aneka macam ketrampilan, menyalurkan minat dan hobi, berlatih berorgnaisasi, mengembangan kemampuan-kemampuan lain dan menyalurkan minat rekreasi dan memupuk kesegaran jasmani mereka. Dalam kegiatan ini juga, peserta didik dapat melatih ketrampilan sosial dan personalnya, di luar tugas penguasaan akademik sehari-hari, sebagaimana tuntutan intra kurikulernya. Bahkan lebih jauh, peserta didik dapat melatih kepekaan sosialnya, dan berlatih berbagai jenis kompetensi yang tidak dapat diakomodasi oleh kegiatan-kegiatan yang bersifat akademik.

Gorton (1991) menyebut kegiatan ekstra kelas dengan istilah spesific student activity program (program kegiatan khusus peserta didik). Menurut Gorton, kegiatan khusus tersebut, terdiri atas: program kegiatan olah raga (the atletic program), dewan peserta didik (the student council), dan Koran peserta didik (the student newspaper). Lebih lanjut, Gorton (1991) mensekemakan berbagai macam kegiatan yang secara umum diwadahi oleh program kegiatan khusus peserta didik,

Jauh sebelumnya, Burrup mengedepankan berbagai kontribusi yang diberikan oleh kegiatan ekstra kelas ini. Yaitu, kegiatan ekstra kelas dipandang mempunyai kontribusi terhadap peserta didik, terhadap perbaikan kurikulum, terhadap keefektifan administrasi sekolah dan terhadap masyarakat.
Kontribusi kegiatan ekstra kelas terhadap peserta didik adalah:

a.Memberikan peluang kepada peserta didik untuk menentukan minat dan mengembangkan minat-minat baru (to provide opportunities for the persuit of established interests and the development of new interest).

b.Mendidik peserta didik untuk bertanggungjawab sebagai warga negara melalui pengalaman dan pemikiran, dengan stressing pada kepemimpinan, partisipasi, kerjasama dan aksi independen (to educate for citizenship through experiences and insight that stress leadership, fellowship, cooperation, and independent action).

c.Mengembangkan spirit dan moral (to develop school spirit and morale).

d.Memberi peluang kepada peserta didik dan remaja untuk memperoleh kepuasankerja dalam kelompok (to provide opportunities to satisfying the gragorious urge of childrend and youth).

e.Meningkatkan moral dan pengembangan spiritual (to encourage moral and spiritual development).

f.Memperkuat kesehatan mental dan fisik peserta didik (to strengthen the mental and physical health of student).

g.Memberi peluang kepada peserta didik mengenal lingkungan dengan lebih baik (to provide for a well rounded of student).

h.Memperluas pergaulan peserta didik (to widen student contact).

i.Memberikan peluang kepada siswa untuk berlatih mengembangkan kreativitas dan kemampuannya dengan lebih penuh (to provide opportunities for student to exercize their creative capacities more fully).

Kontribusi kegiatan ekstra kelas terhadap perbaikan kurukulum, menurut Burrup adalah sebagai berikut:
a.Melengkapi dan memperkaya pengalaman kelas peserta didik (to supplement or enrich classroom experiences).

b.Mengeksplorasi pengalaman-pengalaman belajar baru yang mungkin dapat dipadukan dengan lebih tepat di dalam kurikulum (to explore new learning experiences which may ultimately be incorporated into curriculum).

c.Memberikan peluang kepada peserta didik untuk memanfaatkan bimbingan individual dan kelompok (to provide additional opportunity for individual and group guidance).

d.Memotivasi pengajaran di kelas (to motivate classroom instruction).

Kontribusi kegiatan ekstra kelas terhadap keefektifan administrasi sekolah, menurut Burrup adalah sebagai berikut:
a.Meningkatkan keefektifan kerja sama antar para siswa, guru-guru, staf administrasi dan supervisi (to foster more effective team work betwen student, faculty, and administrative and supervisory personnel).

b.Untuk lebih memperasatukan berbagai bagian dalam sekolah (to integrate more closely the several divisions of the school).

c.Untuk memberikan sedikit pengetahuan dalam rangka membantu para remaja dalam menggunakan waktu senggangnya (to provide less restricted opportunities designed to assist youth in the worth–while utilixation of their spare time).

d.Memberi peluang yang lebih baik kepada guru agar lebih mengerti kekuatan yang dapat memotivasi para siswa dalam memberikan respons terhadap berbagai situasi problematik yang mereka hadapi (to enable teachers to better understand the forces that motivate pupils to react as the to many of the problematic situation with which they are confronted).

Kontrubusi kegiatan ekstra kelas terhadap masyarakat, menurut Burrup, antara lain adalah sebagai berikut:
a.Meningkatkan hubungan antara sekolah dengan masyarakat dengan cara yang lebih baik (to promote better school and community relation).

b. Mendorong masyarakat agar memberikan perhatian yang lebih besar guna membantu sekolah (to encourage greater community interest in an support of the school).

4. Pengaturan terhadap Organisasi Peserta Didik
Organisasi peserta didik lazim juga dikenal dengan istilah pemerintahan peserta didik (student government), atau tata pamong peserta didik (student governance). Pemerintahan peserta didik dibentuk dari, oleh dan untuk peserta didik. Model pemerintahan peserta didik ini, dari waktu ke waktu mempunyai misi yang sama, ialah sebagai wahana untuk berlatih bagi mereka, agar kelak setelah lulus dapat mentnasfer pengalamannya ke dalam situasi nyata.

Beberapa macam organisasi peserta didik antara lain adalah: (1) organisasi siswa intra sekolah, dan (2) organisasi alumni.

a. Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
Dalam organisasi peserta didik, peserta didik dapar berlatih berorganisasi, kepemimpinan dan menggerakkan orang lain guna mencapai tujuan yang ditetapkan bersama. Dalam organisasi peserta didik ini juga, peserta didik dapat berlatih merencanakan kegiatan, mengorganisasikan kegiatan, mengkooordinasi kegiatan, menggerakkan SDM dan mengendalikan kegiatan secara bersama-sama dengan peer grop-nya. Bagi sekolah sendiri, keberadaan organisasi peserta didik ini juga sangat berguna untuk mencari bibit-bibit unggul di bidang organisasi dan kepemimpinan, agar dapat diasah dan disalurkan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing pesereta didik.

Di sekolah-sekolah Indonesia, organisasi peserta didik, atau pemerintahan peserta didik ini, mempunyai sebutan-sebutan yang terus berkembang sesuai dengan kondisi sosial politik nasional negara. Di era awal kemerdekaan, organisasi peserta didik ini sangat beragam, sesuai dengan aliran sosial politik yang ada pada waktu itu.

Organisasi peserta didik, selain berdomisili di sekolah, juga berafiliasi dengan organsisasi sosial kemasyarakatan dan politik yang berkembang di masyarakat.
Ketika era Orde Baru, organisasi peserta didik terbagi menjadi dua, ialah organisasi peserta didik yang berdomisili di sekolah, dan organisasi peserta didik yang berdomisili di masyarakat. Organisasi peserta didik yang berdomisili di sekolah lazim dikenal dengan sebutan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), sedangkan yang berdomisili di luar sekolah mendapatkan aneka macam sebutan sesuai dengan afiliasi organisasinya. OSIS dibentuk oleh pemerintah dengan maksud menjadi wadah tunggal bagi siswa untuk berorganisasi, karena itulah ia yang secara de jure diakui keformalan dan eksistensinya oleh pemerintah. Sebaliknya organisasi peserta didik yang berada di luar sekolah, yang lazim dikenal juga dengan organisasi ekstra sekolah, selain tidak mendapatkan legalitas dari pemerintah, juga tidak difasilitasi. Malahan pemerintah di era Orde Baru mengharapkan agar para peserta didik bergabung dalam wadah tunggal yang disebut dengan OSIS tersebut. Pemerintah juga mengarahkan agar seluruh organisasi peserta didik ekstra sekolah menyatu dan bahkan reingkarnasi menjadi organisasi kepemudaan, yang pembinaannya tdak berada dalam tanggungjawab sekolah. Karena itu, sebutan organisasi peserta didik yang bersifat ekstra sekolah tersebut, ditambahkan label pemuda. Misalnya saja nama Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama’ (IPNU) yang ketika era Pra Orde Baru sudah dikenal, pada era Orde Baru harus reingkarnasi menjadi Ikatan Pemuda dan Pelajar Nahdlotul Ulama (IPPNU). Para anggota dan pengurusnya juga sekaligus harus melepas atribut peserta didiknya, karena kapasitas ia bergabung dalam organisasi tersebut lebih menonjol unsure kepemudaannya dibandingkan unsur kepelajarannya.

Tetapi, justru karena itulah maka OSIS menjadi seragam di era ini. Pola organisasinya juga diseragamkan, berdasarkan jenjang sekolahnya, ialah Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah Atas. Hal ini sesuai dengan langgam pemerintahan Orde baru yang memang menghendaki keseragaman pada hampir semua aspek dan lini kehidupan. Maka hampir di semua sekolah, telah terbentuk OSIS.
Di era reformasi, ialah Pasca Orde Baru seperti sekarang, OSIS tetap bertahan. Karena nilai-nilai positif pada organisasi peserta didik tersebut masih dapat dipertahankan. Hanya saja, yang membedakan dengan era Orde Baru, OSIS ini lebih beragam. Sesuai dengan semangat otonomi daerah, yang akan segera diikuti dengan otonomi sekolah, masing-masing sekolah akan dapat mengembangkan semangat otonominya sesuai dengan potensi dan keberadaan sekolah, termasuk dalam pembentukan OSIS-nya.


Berdasarkan struktur organisasi OSIS, lazimnya disusun deskripsi tugas dan tanggungjawab masing-masing organ atau unit yang ada dalam struktur organisasi, yaitu:
a.Majelis Pembimbing Osis (MBO) terdiri atas Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah Urusan Peserta Didik, beserta dengan guru-guru yang ditunjuk untuk melakukan pembimbingan secara operasional kepada pengurus OSIS. Tugas MBO ini adalah memberikan pengarahan dan bimbingan secara umum dan teknis kepada pengurus OSIS dalam berorganisasi, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan peserta didik.

b.Ketua OSIS, yang dibantu oleh Wakil Ketua, bertangungjawab untuk memimpin OSIS, yang selain bertanggungjawab kepada Kepala Sekolah, juga bertanggungjawab kepada para anggotanya, melalui saluran MPK. Ketua dan wakil Ketua, juga bertanggungjawab dalam menyusun rencana kegiatan, pelaksanaan kegiatan, koordinasi kegiatan, pemantauan kegiatan dan pelaporan kegiatan OSIS.

c.Musyawarah Perwakilan Kelas (MPK), sebagai wakil dari masing-masing kelas I, II dan III, beratanggungjawab untuk menyampaikan aspirasi kelasnya kepada OSIS, dan sekaligus sebagai saluran sosialisasi Program OSIS kepada peserta didik yang berada di kelasnya.

d.Sekretaris OSIS, bertanggungjawab atas kesekretariatan OSIS, dan memberikan layanan informasi kepada Ketua OSIS ketika membutuhkan. Kesekretariatan tersebut meliputi pencatatan (inventarisasi), penyimpanan informasi, pencarian kembali informasi, dan penyajian kembali sehingga mudah dipahami oleh pengurus dan anggota OSIS yang lain.

e.Bendahara OSIS, bertanggungjawab atas perencanaan penganggaran, realisasi anggaran, pelapotran anggaran dengan sepengetahuan Ketua OSIS.

f.Wakil-wakil Kelas, terdiri atas peserta didik yang diplih oleh Kelas (bisa ketua kelas dan bisa juga bukan), guna duduk di dalam MPK, dengan tugas meneruskan aspirasi kelas dan menjadi saluran pagi program-program OSIS pada kelas yang diwakilinya.


b. Organisasi Alumni
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang mempunyai akontabilitas dan responsibilitas terhadap lulusannya, atau yang lazim disebut dengan alumni. Mantan peserta didik di sekolah ini, masih perlu mendapatkan sentuhan secara terus menerus dari sekolah, sepanjang hal tersebut dapat dilakukan. Sustainabelitas layanan pendidikan kepada para alumni ini harus tetap dipikirkan oleh sekolah, karena bagaimanapun juga, mereka yang telah dilepas secara formal tersebut, masih punya ikatan-ikatan moral, emosional, psikologis dan sosial dengan sekolah di mana ia pernah dididik.

Terdapatnya ikatan batin antara alumni dengan sekolahnya ini, selain mempunyai dampat positif terhadap alumni sendiri, juga punya dampak positif terhadap peserta didik yang sedang menimba ilmu di sekolah tersebut, termasuk terhadap sekolah secara keseluruhan.

Dampak positif bagi alumni sendiri, paling tidak dapat dikedepankan sebagai berikut:
1)Kenangan manis ketika mereka masih menjadi siswa di sekolah tersebut, dapat dirajut kembali dengan baik, dan disalurkan pada wahana yang positif dan mengarah pada pengembangan diri para alumni secara berkesinambungan.

2)Uluran sekolah terhadap para alumni dalam bentuk pemberian pembinaan secara berkesinambungan, akan melahirkan image positif kepadanya, yang pada gilirannya akan tetap mengkondisikan mereka untuk terus mengembangkan diri.

3)Para alumni akan merasakan mendapat wahana yang tepat untuk mengaktualisasikan diri di hadapan teman-teman seangkatannya, setelah sekian lama bekerja dan mengabdi kepada masyarakat.

4)Para alumni akan mendapatkan wahana untuk bertukar pikiran dengan teman-teman seangkatannya, yang telah menyebar dalam berbagai medan pengabdian, sehingga banyak pengalaman-pengalaman yang ditimba dalam forum pertemuan alumni.

5)Terbentuknya jaringan antar alumni, akan memungkinkan antar mereka saling mengakses berbagai pengetahuan dan pengalaman, dan tidak mustahil juga mengakses berbagai macam jenis pekerjaan yang dapat mereka kerjakan.

Dampak positif yang akan didapatkan oleh sekolah, paling tidak dapat dikedepankan sebagai berikut:
1)Banyak pikiran-pikiran cemerlang yang dapat digali dari para alumni, terutama yang sudah bekerja dan menjadi tokoh masyarakat, guna menyempurnakan kurikulum, program pendidikan dan kegiatan sekolah.

2)Jika para alumni sekolah tersebut banyak yang menjadi tokoh penting, maka sekolah bisa mengaksesnya guna membesarkan dan menyukseskan program-program sekolah.

3)Keberadaan alumni dapat dipergunakan untuk memberikan orientasi vokasi yang merupakan salah satu bagian dari program bimbingan karier peserta didik di sekolah tersebut.

4)Organisasi alumni yang hidup dan eksis, dapat memberikan kontribusi pikiran, program dan finansial kepada sekolah tersebut, sebagai bentuk terima kasih mereka kepada sekolah, karena mereka sadar bahwa keberadaan mereka seperti sekarang, tidak lepas dari apa yang pernah mereka peroleh di sekolah.

Dampak positif bagi para peserta didik di sekolah, paling tidak dapat dikedepankan sebagai berikut:
1)Peserta didik dapat mengenal lebih dekat tentang para alumni di mana ia sedang menimba pengetahuan. Pengenalan lebih dekat ini, menjadikan mereka makin bersemangat dalam belajarnya, karena kelak setelah lulus akan dapat bergabung dengan organisasi alumni, yang para anggotanya mempunyai aneka macam jenis jabatan dan pekerjaan serta medan pengabdian.

2)Dapat dipergunakan dan dimanfaatkan ketika membutuhkan informasi pekerjaan atau vokasi, pengenalan vokasi beserta berbagai jenis kemampuan, keahlian dan komptenesi yang dibutuhkan.

3)Dapat dijadikan sebagai arena untuk mengakses informasi, pekerjaan dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Guna mengelola alumni ini, sekolah dapat menginventarisasi mereka, dan kemudian membentuk organisasinya. Mengingat para alumni umumnya terdiri atas orang-orang yang sudah dewasa, maka sekolah lazimnya hanya menfasilitasi keberadaaan organisasi ini, tanpa banyak intervensi di dalamnya. Yang jelas, data dan peta alumni haruslah dimiliki oleh sekolah, yang meliputi: (1) identitasnya, (2) alumni tahun berapa/angkatan tahun berapa pada sekolah tersebut, (3) alamat lengkapnya, (4) tempat kerjanya, (5) alamat tempat kerjanya, dan (6) bidang keahlian yang dimiliki. Dengan lengkapnya data tersebut, sekaligus akan diketahui seberapa banyak alumni yang sudah bekerja dan alumni yang belum atau tidak bekerja. Guna melakukan pendataan alumni, dapat dilakukan tracer study atau studi penelusuran alumni dengan menggunakan berbagai macam metode, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.

Pentingnya Kerja Sama

Alkisah pada suatu hari seekor rubah yang sangat kelaparan, kurus, dan lemah sedang mencari mangsa yang akan mengisi perutnya yang selama 2 minggu belum makan…..Saat sedang berjalan-jaln di hutan rubah tersebut melihat seekor kucing yang imut, lugu dan kelihatannya sangat lezat…
“Apa yang kamu kerja di sini wahai calon makananku?” kata rubah.
“Saya sedang mencari rubah yang akan kujadikan santapanku?” kata kucing.
“Oh, jadi kamu ingin menantang saya, tidakkah kau sadar kalau aku lebih besar daripada kamu?” lanjut rubah marah.
“Saya tidak sedikitpun takut kepadamu, saya berani melawanmu rubah sombong!!!!” jawab kucing…
“Kalau begitu marilah kita bertarung, sekarang dengan syarat siapa yang kalah akan menjadi santapan pemenang, bagaimana?” tantang rubah…
“Siapa takut, tapi kita harus bertarung di dalam gua itu karena keluargamu pasti akan malu kalau kamu kukalahkan disini dan dilihat oleh umum!!!” lanjut kucing..
Rubah menjawab,”OK”

Saat itupun rubah masuk ke dalam gua dan disusul oleh si kucing dan pertarungan sengitpun terjadi,,, sesaat kemuadian keluarlah si kucing dengan membawa sepotong daging rubah….
Setelah itu, lewat seekor serigala yang juga sedang kelaparan dan melihat seekor kucing yang sangt lezat untuk disantap. Serigala itu kemudian menghampiri kucing dan berkata
“Mengapa kamu kelihatan sedih wahai kucing? Apakah kamu tidak ingin kubantu agar kamu tidak dapat bersedih lagi untuk selama-lamanya?”
” Memangnya bagaimana caramu ingin meghilangkan kesedihanku?” kata kucing.
“Kau akan kumasukkan ke dalam perutku dan bersemayam di sini selama-lamanya karena dengan begitu kesedihanmu akan hilang!” lanjut serigala.
“Kalau begitu biarlah,,,biarlah kamu yang aku buat tidak akan kelaparan selama-lamanya” jawab kucing.
” Bagaimana caramu?” kaget serigala.
“Kau akan kumakan dan berada di dalam perutku selama-lamanya” jawab kucing.
“Apakah kau ingin menantangku?” tanya serigala.
” Iya, kita bertarung di dalam gua itu!”
Mereka masuk dan terjadi kegaduhan di dalam gua. Akhirnya kucing keluar membawa daging serigala……….(kaget kan)
Pada sore hari kucing menghadap ke dalam gua dan berkata,” Keluarlah sahabatku!”
Kemudian keluarlah seekor singa yang sangat besar dan singa itu berkata “KERJASAMA MEMANG SANGAT BERMANFAAT”!!!!! Dari kisah ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa kerjasama memang sangat penting dan sangat efisien……

Mengapa Guru Berinovasi Dalam Pembelajaran

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya menyangkut teori pembelajaran telah banyak mendorong dan mengilhami terhadap inovasi di bidang model-model pembelajaran. Pergeseran dari isitilah mengajar, belajar, proses belajar mengajar kepada pembelajaran semestinya tidak hanya dilihat dari sekedar perubahan, akan tetapi mendalam dan harus dipahami landasan filosofi dan pergeseran paradigma yang terkandung di dalamnya serta diikuti oleh langkah nyata untuk berubah dengan segala konsekuensinya.
Pembelajaran merupakan sebuah istilah yang kadang-kadang mengundang kontraversi baik di kalangan para ahli maupun di lapangan, terutama di antara para guru di sekolah. Sebagian pendapat mengatakan bahwa istilah pembelajaran sesungguhnya hanya berlaku di kalangan pendidikan masyarakat bukan lingkungan sekolah, di lain pihak justru istilah tersebut sangat relevan dalam sistem persekolahan, yakni untuk membelajarkan siswa. Pendapat lain bahwa pembelajaran merupakan padanan dari instruction, yang artinya lebih luas dari pengajaran. Pembelajaran tidak hanya berlaku dalam pendidikan melainkan dalam pelatihan atau upaya pembelajaran diri.
Pembelajaran yang merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Implikasinya bahwa pembelajaran sebagai suatu proses harus dirancang, dikembangkan dan dikelola secara kreatif, dinamis dengan menerapkan pendekatan multi untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang kondusif pada siswa.
Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses pembelajaran siswa yang direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar pembelajar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara aktif, efektif dan inovatif. Pembelajaran merupakan sesuatu yang kompleks, artinya segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran harus merupakan sesuatu yang sangat berarti baik ucapan, pikiran maupun tindakan. Untuk mensiasati hal itu maka, guru harus berinovasi mulai dari paradigma pemikiran sampai pada profesionalitas dalam kinerjanya, karena irama perkembangan peserta pembelajar berbeda satu sama lain dan peserta pembelajar dipersiapkan untuk dunia mereka nanti atau dizamannya.
Perlunya Inovasi Bagi Guru
Aktivitas pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan aktifitas siswa dalam membangun makna dan pemahaman. Dalam proses pembelajaran guru harus dapat memberikan dorongan kepada siswa agar dapat mengekplorasi kemampuannya untuk membangun gagasan. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa guru berperan dalam menciptakan situasi yang dapat menimbulkan motivasi, tanggung jawab serta berbagai prakarsa dalam diri siswa sehingga terjadi proses pembelajaran yang bermakna. Untuk itulah maka guru perlu berinovasi dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bebera hal yang mendasari mengapa perlu inovasi dalam pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru:
1.Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi telah memunculkan berbagai bentuk perubahan. Semua perubahan yang terjadi tentunya memiliki ekses yang positif maupun negatif serta akan membawa resiko dalam implementasinya. Hal ini dibutuhkan untuk memecahkan berbagai masalah yang terjadi baik yang menyangkut masalah administrasi dan manajemen pendidikan secara umum maupun masalah kelancaran proses pelaksanaan pembelajaran.
2.Inovasi Kurikulum
Adaya perubahan sosial yang terjadi dimasyarakat maka beriplikasi pada perlunya perubahan dalam kurikulum sehingga dapat mengikuti dan memenuhi apa yang menjadi tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
3.Tuntutan Masyarakat dan Dunia Kerja
Perkembangan tuntutan dunia kerja yang semakin modern dan menuntut berbagai kemampuan spesialisasi yang khusus, berimplikasi pada sistem dan proses pada dunia pendidikan. Sesuai dengan tuntutan masyarakat maka proses pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang nyata pada siswa dalam kehidupan sehari-hari. Maka disinilah guru perlu berinovasi untuk mencari solusinya. Dalam hal ini guru harus dapat merancang sebuah model atau situasi buatan dalam bentuk simulasi dalam rangka memberikan pengalaman yang bermakna pada siswa.
4.Belajar Mengembangkan Keingintahuan dan Imajinasi
Siswa dilahirkan dengan rasa ingin tahu, imajinasi dan fitrah ber-Tuhan. Rasa ingin tahu dan imajinasi merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri dan kreatif. Sementara fitrah bertuhan merupakan embrio atau cikal bakal untuk bertakwa kepada tuhan. Jadi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran perlu mempertimbangkan rasa ingin tahu, imajinasi serta fitrah bertuhan agar setiap sesi kegiatan pembelajaran menjadi wahana untuk memberdayakan ketiga jenis potensi ini. Sehubungan dengan hal tersebut.  Sehubungan dengan hal tersebut maka guru harus mempu mengembangkan kegiatan pembelajaran yang inovatip yang dapat memenuhi kebutuhan siswa akan potensi tersebut.
5.Belajar Sepanjang Hayat
Siswa sebagai sabjek pendidikan memerlukan kemampuan belajar sepanjang hayat untuk bisa bertahan dan berhasil sukses dalam menghadapi setiap masalah sambil menjalani proses kehidupan sehari-hari. Karena itu siswa memerlukan fisik dan mental yang kokoh. Sehubungan dengan hal tersebut maka proses pembelajaran perlu mendorong siswa untuk dapat melihat dirinya secara positif, mengenali dirinya baik kelebihan maupun kekurangannya untuk kemudian dapat mensyukuri apa yang telah dianugerahkan Tuhan TME kepadanya.
Keharusan guru harus berinovasi juga merupakan tuntutan dari Undang-Undang, diantaranya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Undang-Undang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan persyaratan memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S-1) atau Diploma IV yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Sebagai agen pembelajaran, guru harus memiliki kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial yang dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
Profesionalisme merupakan sebuah kata yang tidak dapat dihindari di era globalisasi. Dunia pendidikan sekarang ini tengah menghadapi tantangan dalam cepatnya arus globalisasi. Dunia pendidikan dituntut agar dapat mendorong dan mengupayakan peningkatan kemampuan dasar untuk menjadi individu unggul dan memiliki daya saing yang kuat secara cepat. Guru yang profesional harus mampu melakukan terobosan dan perubahan, terutama perubahan paradigma belajar dan mengajar. Sudah saatnya guru tidak menempatkan anak didik sebagai objek pembelajaran, tetapi harus mengaktifkan mereka untuk berperan dan menjadi bagian dari proses pembelajaran. Guru tidak lagi memosisikan diri lebih tinggi daripada anak didik atau sebagai tokoh sentral, tetapi berperan sebagai fasilitator atau konsultator yang bersifat saling melengkapi. Dalam hal ini, guru dituntut untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, kreatif, dan inovatif secara dinamis dan demokratis.
Pada Bab II Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dikemukakan bahwa  pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Jika berbicara tentang kualitas pendidikan, ada tiga faktor yang terkait: (1) perangkat keras (hardware) yang meliputi ruang belajar, peralatan praktik, laboratorium, perpustakaan, dll., (2) perangkat lunak (software) yang meliputi kurikulum, program pembelajaran, manajemen sekolah, sistem pembelajaran, dll., dan (3) perangkat pikir (brainware) yang meliputi guru, kepala sekolah, siswa, dan orang-orang yang terkait dalam proses tersebut. Dari tiga faktor penentu kualitas pendidikan (perangkat keras, perangkat lunak, dan perangkat pikir), guru adalah faktor yang paling menentukan. Argumentasinya adalah ruang belajar bisa sangat sederhana; peralatan, laboratorium, dan perpustakaan bisa kurang memadai, tetapi jika guru memiliki kualitas yang tinggi dalam pembelajaran, dapat menerapkan berbagai teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif, guru tersebut akan dapat membawa perubahan pada peningkatan proses dan hasil belajar siswa di kelas. Sebaliknya, meskipun semuanya tersedia dan menggunakan teknologi canggih, jika guru tidak berkualitas, semua peralatan yang ada tidak akan ada gunanya.
Tanggung jawab terbesar terhadap keberhasilan pembelajaran berada di tangan guru karena guru yang berinteraksi langsung dengan peserta didik. How student learning process will be succes, What are student going to be? Bergantung pada kualitas guru sebagai fasilitator pembelajaran dan kemampuan memosisikan diri sebagai akselerator pencapaian tujuan pendidikan. Tugas guru mencakup banyak aspek: merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, membimbing siswa, mengevaluasi proses dan hasil belajar, dan meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Guru yang profesional akan menghasilkan keluaran (hasil belajar) yang bermutu. Oleh karena itu, jika akan meningkatkan kualitas pendidikan, langkah awal yang perlu dilakukan adalah membenahi guru, di antaranya guru perlu berinovasi. Guru yang berkualitas merupakan titik sentral dalam pendidikan.
Implementasi yang dapat dilakukan oleh guru berkaitan dengan pentingnya inovasi dalam pembelajaran adalah:
  1. Pembelajaran yang Berpusat Pada Siswa. Dalam sebuah proses pembelajaran, siswa yang berada di kelas mempunyai karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain baik dalam minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman maupun cara belajarnya.  Beberapa siswa tertentu ada yang mudah belajar dengan membaca, siswa lain ada juga yang lebih mudah belajar dengan melihat, mendengar atau ada juga yang lebih mudah dengan kinestetika (gerakan). Proses pembelajaran harus menempatkan siswa sebagai Subjek belajar. Oleh karena itu dalam dalam merancang sebuah kegiatan pembelajaran, mengorganisasi kelas guru perlu beragam dan berinovasi sesuai dengan karakteristik siswa. Artinya bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan harus dapat mendorong siswa untuk dapat mengembangkan potensi kemampuannya secara optimal sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan serta latar belakang sosial siswa masing-masing.
  2. Proses Pembelajaran Bermakna. Hakekat dan makna belajar diartikan sebagai proses membangun makna dan pemahaman terhadap informasi atau pengalaman. Jadi belajar yang sebenarnya bukanlah proses menyerap pengetahuan yang dibentuk oleh guru. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Jadi mengajar merupakan kegiatan partisipasi guru dalam membangun pemahaman siswa.
  3. Pengembangan Ketrampilan Sosial Kognitif dan Emosional. Dalam proses pembelajaran siswa akan lebih mudah membangun pemahamannya apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain. Jadi membangun pemahanam dalam proses pembelajaran akan lebih efektif jika dilakukan dengan interaksi antara siswa dengan lingkungan sosialnya. Interaksi memungkinkan terjadinya perubahan pemahaman pada siswa. Interaksi ini dapat dilakukan melalui proses diskusi, saling bertanya, dan saling menjelaskan serta proses belajar kelompok. Jadi dalam proses pembelajaran guru harus selalu berinovasi untuk menciptakan kondisi dan lingkungan yang memungkinkan siswa dapat bersosialisasi mengembangkan empatinya dan mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain, teman/siswa ataupun guru.
  4. Memadukan Kemandirian dan Kerja Sama. Siswa perlu berkompetisi, bekerja sama dan mengembangkan solidaritasnya. Proses pembelajaran perlu memberikan kesempatan kepada siswauntuk mengembangkan semangat berkompetisi sehat untuk memperoleh penghargaan, kerja sama dan solidaritas. Jadi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran guru perlu berinovasi untuk menyediakan tugas-tugas belajar yang menungkinkan siswa untuk bekerja secara mandiri.
Guru yang profesional merupakan kunci keberhasilan pembelajaran karena guru yang profesional akan selalu berusaha melakukan pembelajaran yang efektif melalui inovasi-inovasi yang dilakukan.
REFERENSI
Bacal, Robert. 2001. Performance Management (Terjemahan Surya Darma dan Yanuar Irawan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Boyd, Ronald T. C. 1989. Improving Teacher Evaluations; Practical Assessment, Research & Evaluation. ERIC Digest.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Roger M. & Shoemaker F. Floyd. 1971. Communication of Innovation. New York: The Free Press a Division of Macmillan Publishing Co.Inc.
Sa’ud, Udin Saefudin. 2008. Inovasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Seeker, Karen R. dan Joe B. Wilson. 2000. Planning Succesful Employee Performance (Terjemahan Ramelan). Jakarta: PPM.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Keteladanan Guru Membentuk Karakter Murid

MENGEMBANGKAN sekolah sehingga menjadi berkualitas bukan hanya karena faktor duit dan murid. Pendidikan dan penggemblengan semangat kepada para guru atau pendidik adalah sesuatu yang lebih penting.

Demikian disampaikan Ketua Yayasan Hj Isriati Moenadi Ungaran Eko Panggyarso SH saat menerima kunjungan TK Tarbiyatul Banin 32 Tengaran, baru-baru ini.

’’Kami menekankan sikap disiplin dan keteladanan guru TK dan SD Hj Isriati Moenadi Ungaran kepada muridnya agar perilaku anak didiknya sesuai apa yang diharapkan,’’ kata Eko Panggyarso.

Menurut dia, untuk menjadikan karakter siswa menjadi berkualitas tak sekadar hanya dengan ucapan seorang guru. Misalnya, mengajari siswa membuang sampah ke tempatnya harus diterapkan pula oleh guru.

’’Sekolah Isriati Moenadi besar bukan karena faktor dukungan finansial semata, namun semangat gurunya yang luar biasa,’’ tandasnya.

Dijelaskan, pembentukan karakter murid akan terbawa hingga mereka ke lingkungan rumah masing-masing. Dia menambahkan, pendidikan karakter murid lebih penting sehingga pihaknya selalu siap menghadapi ujian seperti UASBN.

Kepala TK Hj Isriati Moenadi Hanik Munfiatun SAg menerangkan, kunjungan TK Tarbiyatul Banin 32 Tengaran ini dalam rangka studi banding. Pada kesempatan ini, anak-anak TK Isriati Moenadi memberikan bantuan tempat sampah dan kompos cair kepada tamunya.

Kepala TK Tarbiyatul Banin 32 Sulasih AMa didampingi pengelola Ny Joko Mulyono mengaku senang bisa berkunjung ke sekolah ini. ’’Saya haru ternyata siswa Isriati Ungaran peduli pada sekolah lain dalam hal pengelolaan lingkungan,’’ terang Sulasih.

Dijelaskan, dari sisi lingkungan, siswa, dan sistem belajar mengajar, Yayasan Isriati Moenadi lebih bagus. ’’Yayasan ini juga bersedia berbagi ilmu. Kami juga salut banyak pohon berbuah tapi tidak dipetik sembarangan oleh muridnya,’’ ungkapnya. (Rony Yuwono-16)